Ketika terbangun, segera saja bangkit
dari tempat tidur. Istirahat belum cukup, namun tubuh merasa kuat saja. Segera
masuk ke kamar mandi. Bersiap untuk mengakhiri kantuk. Berharap dapat
secepatnya meninggalkan penginapan. Bertarung melawan dingin udara terbuka
untuk bersujud kepada-Nya. Ini waktu subuh pertama berada di Kota Medinah…
Memasuki hotel sudah waktu dinihari disaat pertamakali
menjejak Madinah. Bersholat menjama’ Maghrib dan Isya. Karena sebelumnya situasi
perjalanan. Kemudian langsung beristirahat. Tidur kurang lebih hanya 2 jam.
Dalam keadaan begitu sudah bergegas lagi untuk bisa berada dalam Masjid Nabawi.
Ingin berada di barisan paling depan. Karenanya harus datang lebih awal sebelum
masuk waktu sholat Subuh.
Melawan rasa kantuk bersama dingin dinihari hanya dengan
niat di hati. Tanpa ada niat, tidak akan teguh dalam menghadapi berbagai
keadaan. Niatpun perlu diiringi usaha agar semuanya menjadi nyata. Itulah yang
diam-diam kupatrikan dalam diriku, sesaat sejak turun pesawat Saudi Arabia
Arlines yang membawa kami dari bandara Kuala
Namu Medan Indonesia ke Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz Airport, Madinah, Arab Saudi.
Keluar dari Mubarak Al
Mase Hotel, tempat menginap selama di Madinah, sudah disambut udara dingin
mencucuk tulang. Menurut keterangan, udara Madinah memang dalam keadaan dingin.
Tidak hanya sekadar dingin tetapi sewaktu-waktu juga disertai tiupan angin. Kondisi
tubuh yang memerlukan penyesuaian. Karena aku datang dari negeri musim tropis.
Di luar hotel benar-benar dalam situasi sepi. Jalanan pun
hampir tak ada kendaraan. Senyap yang selalu aku rindukan bila berada di suatu
daerah perkotaan di tanah airku. Aku sangat menyukai keheningan. Pada
keheningan, aku merasa nyaman untuk merenung dan merasakan denyut nadi
kehidupan.
Selain aku dengan kakakku, hanya satu dua yang terlihat
berjalan bergegas saat itu. Tujuan kami sama yakni Masjid Nabawi. Kami berjalan
dengan langkah cepat di trotoar, diantara kaki bangunan pencakar langit.
Semuanya adalah hotel. Tiap jengkal yang dilalui terlihat bersih. Tak sepotong
sampah pun terpandang olehku di sana sini. Aku kira…, debu pun enggan untuk
turun.
Waktu kedatangan ke jantung Kota Medinah, bus yang membawa
kami dari bandara ke hotel, harus melakukan jalan berputar dahulu. Pada saat
itu, dari dalam bus aku sudah melihat Masjid Nabawi dengan menara-menaranya,
penuh siraman cahaya lampu yang terang benderang. Melihat saja dari jauh,
diantara sela-sela bangunan tinggi, perasaanku sudah bergetar, seakan-akan
sudah teramat ingin segera bersholat diantara para jemaah yang berdatangan dari
berbagai belahan dunia. Tak henti aku menyeru dalam hati, Allah dan Muhammad.
Sejak masa kecil, aku benar-benar tidak tahan dengan udara
yang dingin. Biasanya untuk menghangatkan tubuh, aku segera menyembunyikan diri
dari tempat yang terbuka. Memasang jaket tebal. Bahkan kalau segera tidur
berselimutkan kain tebal. Jika dibandingkan dengan udara dingin yang pernah
kurasakan, dingin saat di Medinah, jauh melebihi dingin yang pernah kurasakan
di tanah air. Rupanya Allah mendengarkan permohonanku, agar aku diberi
kemudahan melaksanakan ibadah, dari awal sampai akhir. Sehingga aku dengan
berbekal sweater dan sebuah kain
sarung, telah dapat menembus rasa dingin itu. Alhamdulillah…
Masjid Nabawi atau Al-Masjid an-Nabawī (pengucapan
bahasa Arab) adalah masjid yang didirikan secara langsung oleh Nabi Muhammad. Terletak di pusat kota
Madinah di Arab Saudi. Masjid Nabawi merupakan masjid yang dibangun ketiga
dalam sejarah Islam. Kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia. Masjid
ini menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram
di Mekkah.
Masjid ini sebenarnya merupakan bekas rumah Nabi Muhammad yang dia
tinggali setelah Hijrah (pindah) ke Madinah pada 622 M. Bangunan masjid
sebenarnya dibangun tanpa atap. Masjid pada saat itu dijadikan tempat
berkumpulnya masyarakat, majlis, dan sekolah agama. Masjid ini juga merupakan
salah satu tempat yang disebutkan namanya dalam Alquran.
Kemajuan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan
penguasa-penguasa Islam. Pada 1909, tempat ini menjadi tempat pertama di
Jazirah Arab yang diterangi pencahayaan listrik. Masjid ini berada dibawah
perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua
Tanah Suci. Lokasi masjid berada tepat di tengah-tengah kota Madinah,
dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi
tujuan utama para jamaah Haji ataupun Umrah. Beberapa jamaah mengunjungi makam
Nabi Muhammad untuk menelusuri jejak kehidupannya di Madinah.
Antara hotel tempat menginap dengan Masjid Nabawi lebih kurang
hanya sejarak 100 meter. Karena antara hotel dengan masjid terdapat bangunan-bangunan tinggi, sehingga dari hotel
tak tak terlihat Masjid Nabawi, begitu juga sebaliknya. Untuk berjalan
bolak-balik dari penginapan dan masjid tidaklah menyulitkan. Mudah dicapai dan
tidak akan tersesat. Sehingga hal inipun menambah perasaan kenyamanan bagiku.
Meskipun sudah terbilang datang awal, bukan berarti di masjid
belumlah ramai. Pemandanganku segera saja bertumbuk mulai dari pintu masuk
halaman masjid dengan banyak orang. Ada banyak orang malah lebih awal lagi dari
kedatanganku. Bahkan ada yang memang bersengaja menghabiskan waktu sesudah
sholat Isya sampai waktu sholat Subuh hanya berada di masjid. Aku jauh kalah
dengan orang-orang demikian. Menggunakan waktu selama berada di Madinah hanya
beribadah di Nabawi.
Kekuatan untuk berjalan kaki memang sangat dibutuhkan. Stamina
yang baik sangat terasa manfaatnya bila berada dalam suasana seperti ini.
Jangankan melangkah di dalam masjid untuk mencapai bahagian baris depan, dari
pintu masuk halaman saja sampai mencapai tangga masjid, bisa-bisa melelahkan,
tersebab demikian luasnya. Kiranya, dengan bergerak sejauh kaki melangkah itu,
ditambah dalam masjid dengan banyak orang, akhirnya rasa dingin dengan
sendirinya kalah. Aku merasakan kehangatan, rasa syukur dan kebahagiaan yang
tiada dapat terkatakan. Mataku memercikkan tangisku di balik kacamataku
berembun menjelang waktu Subuh.
Mula pertama memasuki Masjid Nabawi, melalui pintu yang sejajar
dengan mighrab. Sudah sangat ramai. Semua orang ingin berada pada posisi
terdepan. Berada di dekat mighrab, berdekatan di belakang imam. Dalam keadaan
ramai, bentangan saf hampir tak ada lagi tempat untuk ditempati. Namun semua
orang terus saja mengalir bagaikan terhisap magnet.
Akhirnya menemukan tempat untuk bersholat. Jaraknya hanya beberapa
meter dari posisi imam. Bahagian sebelah kanan imam. Segera saja aku bersholat
sunat tahyatul masjid. Dilanjutkan
dengan sunat hajat. Dengan tenang.
Sekhusuk mungkin, diantara orang-orang yang terus saja melintas silih berganti.
Berdo’a dan berzikir. Tiada merasakan lagi dingin atau pun mata yang mengantuk,
seperti biasanya dalam keseharian pada jam-jam gawat ini. Dimana bantal, kasur
dan selimut menjadi godaan paling berat kala menjelang waktu Subuh.
Kuakui, diriku selama ini tidak banyak mengetahui secara persis
perkara keuntungan dan kerugian. Karena bagiku yang penting melaksanakan ibadah
sebaik-baiknya. Termasuk kedatangan ke Tanah Suci pada kesempatan ini. Sama
sekali aku tidak pernah memikirkan ganjaran pahala yang akan aku peroleh
nantinya atau aku juga tak bermaksud berlomba-lomba mendapatkan pahala
sebanyak-banyaknya. Sekali lagi, aku tetap pada keyakinanku yakni, berusaha
saja melaksanakan ibadah sebaik-baiknya sesuai dengan keterbatasan kemampuanku.
Karenanya, sama sekali aku belum pernah mengetahui banyak hal tapi
barulah mengetahuinya setelah kembali di tanah air. Pada Riwayat Ahmad, dengan sanad yang sah, disebutkan oleh
Rasulullah sebagaimana diterima dari Jabir ra, perihal keutamaan Masjid Nabawi;
“Satu kali sholat di masjidku ini, lebih
besar pahalanya dari seribu kali sholat di masjid yang lain, kecuali di
Masjidil Haram. Dan satu kali sholat di Masjidil Haram, lebih utama dari
seratus ribu kali sholat di masjid lainnya.”
Waktu sholat subuh masih ada sekitar dua jam lagi. Kakakku
mengajakku untuk menemaninya keluar masjid. Kami tinggalkan saf. Di depan pintu
keluar, aku disambut udara dingin. Telapak kaki serasa memijak batu es. Tubuhku
kecut. Kesempatan itu kami pergunakan mengelilingi Masjid Nabawi. Perjalanan
yang indah. Melintasi banyak orang dari berbagai bangsa dan Negara. Diantara
payung-payung di pelataran. Ada masih kuncup, ada banyak berbaris dalam keadaan
terkembang.
Kakak sulungku Irvan Khairul
Ananda bersama isterinya sebelum kali ini, sudah pernah ke Tanah Suci.
Termasuk kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku yang lainnya. Setidaknya bagi
kakakku, Masjid Nabawi sudah menjadi masjid yang akrab untuk ditelusurinya.
Hingga mendekati waktu sholat Subuh selesai mengelilingi masjid, melalui pintu
yang lainnya, kami kembali memasuki Masjid Nabawi.
Mendapatkan saf hanya beberapa baris dari depan. Lebih dekat dari
posisi kami semula, saat pertama bersholat sunat tadi. Termasuk hanya beberapa
jarak dari Imam yang memimpin sholat. Alhamdulillah…, sebuah Karunia tak
terkatakan bagiku. Alhamdulillah…
Karunia berikutnya, selesai berdo’a sejenak, aku sudah berada di dalam kungkungan terpal berwarna putih setinggi satu meter. Dengan cepat diblok petugas untuk membatasi mereka yang dibolehkan berada di dalamnya untuk bersholat sunat dan berdo’a. Baik musim Haji atau pun saat Umroh, tidak semua orang dapat mencapai dan bisa masuk ke dalamnya. Area yang lebih kurang dapat menampung untuk seratus orang di dalamnya.
Karunia berikutnya, selesai berdo’a sejenak, aku sudah berada di dalam kungkungan terpal berwarna putih setinggi satu meter. Dengan cepat diblok petugas untuk membatasi mereka yang dibolehkan berada di dalamnya untuk bersholat sunat dan berdo’a. Baik musim Haji atau pun saat Umroh, tidak semua orang dapat mencapai dan bisa masuk ke dalamnya. Area yang lebih kurang dapat menampung untuk seratus orang di dalamnya.
Inilah salah satu bagian Masjid Nabawi paling utama. Merupakan
jantung Masjid Nabawi. Terkenal dengan sebutan Raudlah (taman surga). Doa’do’a
yang dimohonkan dari Raudlah ini diyakini akan dikabulkan oleh Allah swt.
Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Rasulullah.
Riad
ul-Jannah terpisah dari Jannah
(Surga). Ini diceritakan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Wilayah antara rumahku dengan mimbarku
adalah salah satu taman surga, dan mimbarku itu berada di atas kolamku.”
Aku diberi izin dan kemudahan untuk bisa berada di Riad ul-Jannah
diantara jutaan sesama muslim yang terus berdatangan ke Madinah. Semoga
permulaan yang baik dan diredhoiNya bagi kehidupanku. Ketika subuh pertama
berada di Kota Madinah (*)
Terimakasih telah sudi berkisah Arkhi, sehingga dengan cara tersendiri, dapat ikut merasakan perjalanan umrah ini.
BalasHapus