Danau Singkarak yang termasuk dalam
wilayah dua kabupaten yakni Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok, Sumatera
Barat, satu dari danau yang terkenal namanya. Salahsatu sisi danau, terdapat
lintasan jalan Lintas Sumatera. Jalan yang umum ditempuh kendaraan umum maupun
pribadi yang menghubungkan dua kota terdekat, Kota Padang Panjang dengan Kota
Solok.
Selain jalan Lintas Sumatera yang dikenal sebagai jalan
menikmati keindahan Danau Singkarak selama ini, sejak lama sebenarnya terdapat
jalan lingkar danau pada sisi lainnya yakni bermula dari daerah Sumpua (nama
yang dibahasa-indonesiakan dengan Sumpur) terus menuju daerah Paninggahan,
Saniangbaka dan terhubung dengan daerah Sumani, Kabupaten Solok.
Jalur Sumpua dan Paninggahan ini tidak seramai Jalan Lintas
Sumatera yang dilalui kendaraan umum. Jalannya menyisi tepian danau, dengan
melintasi perkampungan penduduk yang berdiam di tepian danau. Keindahan
pemandangan danau sepanjang menelusuri jalur ini tak kalah menariknya.
Kita juga akan melihat pemandangan perbukitan, persawahan
penduduk, kebun-kebun serta aktifitas masyarakat tepian danau, seperti bersunyi
diri mengail ikan di atas perahu atau menebar jaring menangkap ikan bilih ---
ikan khas Danau Singkarak.
Jalur Sumpua dan Paninggahan ini dikenal juga sebagai jalan
untuk mencapai Malalo. Malalo adalah daerah yang sampai kini masih tetap
dikenal, salah satu titik pengembangan pendidikan keagamaan di Ranah
Minangkabau. Malalo terletak di tepian Danau Singkarak ini memiliki tokoh yang
dikenal dalam sejarah keagamaan, dengan nama popular yakni Uwai Malalo.
Ulama besar ini mashur digelari dengan nama Uwai Limopuluah
Malalo, tokoh yang dikenal sebagai ulama besar Tarekat Syatariah. Di Malalo
terdapat surau dan makamnya.
Aku sudah beberapakali sendirian menempuh jalur Sumpua ke
Paninggahan ini. Terakhir pada bulan puasa tahun 2016 lalu. Tak terasa sudah
satu tahun saja. Tampaknya sudah masuk pula bulan Ramadhan di tahun 2017 tapi
aku tak memiliki kesempatan untuk kembali menelusurinya. Aku kira tidak banyak
terjadi perubahan. Tentu masih tetap menjadi kawasan tepian danau yang menarik
untuk dinikmati.
Pada tahun lalu, aku sempat melakukan pemotretan objek-objek
yang dilalui. Ketenangan air danau, persawahan yang baru selesai dipanen,
rumah-rumah gadang yang sedang menghadapi masa kehancuran karena tiada
penghuni. Juga sempat bertemu salah seorang masyarakat yang baru saja selesai
memancing ikan danau.
Jalanan yang sepi, jika seorang diri, wajar saja membuat
diri merasa gamang. Apalagi sepanjang jalan tidak ramai orang yang ditemui.
Namun terasa lain, ketika melaksanakan sholat di salah satu surau yang terdapat
di pinggir danau di Malalo.
Termasuk dapat melihat hasil panen bawang di daerah
Saniangbaka, dimana di rumah-rumah penduduk terlihat bawang-bawang dikeringkan
dengan menggantungkannya di banyak teras rumah. Juga rombongan burung bangau
putih, asyik mencari makanan di areal persawahan yang baru selesai dipanen
dalam keadaan air yang tergenang (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar