Pada masa yang panjang, semenjak masa
sekolah menengah, aku lebih senang dipanggil namaku dengan Arkhi. Akronim dari namaku yang sepanjang tali beruk; Abrar Khairul Ikhirma. Nama yang selalu
aku tuliskan pada karya-karya tulisku dengan huruf tanpa capital.
Tetapi
perjalanan hidup yang membuatku berpindah-pindah tempat, lingkungan berganti-ganti
dan pergaulan yang tak selalu sama, akhirnya sebahagian orang tertentu di
berbagai tempat dan lingkungan. memberikan sejumlah “penamaan” kepada diriku.
Termasuk
dalam masa terakhir ini, ketika aku “menyentuh” dunia komunikasi media social fesbook,
ada yang mengenalku dengan; Putu Ikhirma –
Tantejo Gurhano dan Angku Gadang, dan mengangkat diriku sendiri sebagai Pangeran Kegelapan, yang menginspirasi nama
blog pribadiku, Hikayat Pangeran
Kegelapan.
Inilah nama
orang-orang yang pernah kuingat pernah menyebutku:
SI SULI DALANG,
orang di kampong kelahiranku, sejak masa anak-anak menyebut dan memanggilku
dengan “Ustad Coboy”
Almarhum guru mengaji di Pariaman, SIBOLON, menyebutku, “Pujangga.”
Almarhum sastrawan dan budayawan Indonesia, A.A. NAVIS, menyebutku, “Penulis yang menulis dengan bahasa
Indonesia-Minang nan kalamak die je ---yang enak menurutnya saja”
Almarhum sutradara dan actor film Indonesia, AMI PRIYONO, menyebutku “Datuk Hitam.”
BERRY A. BATHSELET,
Doktor Etnomusikologi dari Swiss, menyebutku “Hantu Hitam.”
Aktris film Indonesia, MARISSA
HAQUE, menyebutku, “Si Padang.”
Sutradara film Indonesia, MT RISJAF, menyebutku, “Si
Karikatural.”
Almarhumah koreografer tari dan pendiri Gumarang Sakti Dance
Company Indonesia, GUSMIATI SUID,
menyebutku, “Anak Chairul” (Harun).
Almarhum mantan Bupati Kabupaten Padang Pariaman, Kolonel ANAS MALIK, menyebutku, “Wartawan Ngenek.” (Wartawan Kecil)
Almarhum penyair Indonesia LEON AGUSTA, menyebutku, “Generasi
Terakhir.”
Almarhum “sastrawan lisan” Minang – Sumatera Barat, BAGINDO FAHMI, menyebutku, “Anak Kareh Kapalo”
Almarhum mantan wartawan - Ketua PWI Sumatera Barat –
anggota DPRD Sumatera Barat – KAMARDI RAIS
DATUAK SIMULIE, menyebutku, “Wartawan
Cilik.”
Majalah Berita Mingguan TEMPO,
Jakarta, menyebutku, “Wartawan Pariaman
yang Lincah.”
Almarhum wartawan – penyair – sastrawan dan penulis
biografie Indonesia, ABRAR YUSRA,
menyebutku, “Orang yang harus kutemui.”
Almarhum budayawan dan impresario Sumatera Barat, ROESTAM ANWAR, menyebutku, “Anak tak bernomor.”
Almarhum mantan buruh angkat di Pelabuhan Teluk Bayur,
mantan anggota DPRD Kota Padang dan penulis cerita silat, AMRAN SN, menyebutku, “Ubi
Parancih” (Ubi Kayu).
Guru besar bidang bahasa dan sastra Indonesia dan daerah
Universitas Negeri Padang – Sumatera Barat, penyair dan cerpenis Indonesia,
Doktor HARRIS EFFENDI THAHAR,
menyebutku, “Kamari masuak.”
Almarhum sekretaris redaksi suratkabar Harian Haluan,
Padang, FIRDAUS, menyebutku, “Siluman bukan seniman.”
Teaterawan Sumatera Barat dan pendiri Sanggar Semut Padang, EDI ANWAR, menyebutku, “Anak Ajaib.”
Aktifis kepemudaan dan anggota DPRD Sumatera Barat, RIZANTO ALGAMAR, menyebutku, “ Inyiak.’
Pemain teater, pengasuh Teater Dayung-Dayung Padang dan
guru, ERNAWATI A ALIN DE,
menyebutku, “Arkhi Samawati.”
Penulis dan wartawati Sumatera Barat FITRI ADONA, menyebutku, “Arkhi
Similikiti”
Almarhum pemain teater Sumatera Barat, ASRI ADENAN, menyebutku, “Bujang
Salamaik.”
Pelukis Wanita Indonesia, Jakarta, TITIEK SUNARTI DJABARUDDIN, menyebutku, “Akik (kakek) bukan Arkhi.”
Sasterawan Negara ke 11 Malaysia dan Presiden Persatuan
Sasterawan Numera-Malaysia, Dato AHMAD
KHAMAL ABDULLAH, menyebutku, “Mamak.”
Penulis Sumatera Barat dan pegawai negeri, RINI F. JAMRAH, menyebutku, “Kakak.”
Penyair, Cikgu dan Duta Bahasa Melayu Singapura, ASNIDA DAUD, menyebutku, “Kita jatuh cinta dengan personality individu
ini.”
Penulis script film dan penulis karya sastra Malaysia, ASMIRA SUHADIS, menyebutku, “Murai yang selalu membawa khabar benar.”
Insinyur ANIDA
KRISSTINI, pegawai negeri Pemerintah Kota Padang, menyebutku, “Basisuruik”
Teaterawan dan monologer Indonesia, ILHAMDI SULAIMAN, menyebutku, “Guru.”
Aktifis wanita di Bantaeng, Sulawesi, YOSI KIFNI CHANIAGO, menyebutku, “Suhu.”
Amak penjual
jagung bakar dulu di simpang Purus I, Padang, menyebutku, “Frenkey”
Pengamat Sastra admin Halaman Hudan di media social, HUDAN HIDAYAT, menyebutku, “seseorang yang saya lihat unik di depan saya, belum
saling mendekat (mengenal) kecuali kehadirannya sudah menghuni di sudut hati
kita. Unik kawan kita ini, sambil menyisakan ruang misteri yang kita gemari ---
siapakah dia, apakah karyanya…,”
Teaterawan dan Penyair Sumatera Utara, PORMAN WILSON MANALU, menyebutku, “Arkhi memang aneh, selalu membuat kita cengar-cengir.”
Di sejumlah tempat yang pernah aku menetap, anak-anak
menyebutku, “Opung.”
Sejak tahun 1990-an aku sendiri memproklamirkan diri sebagai,
“seniman rupa-rupa,” dengan
mencantumkan di akhir setiap tulisanku yang dipublikasikan di media cetak suratkabar
terbitan Padang, Sumatera Barat (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar