Masjid Jamik Bengkulu berdiri di jantung Kota Bengkulu, yakni di Jalan Letjen Soeprapto,
Kelurahan Pengantungan, Kecamatan Gading Cempaka, Bengkulu. Sebelumnya masjid
dibangun di kelurahan Kampung Bajak, Bengkulu dekat dengan pemakaman Sentot Ali
Basya, teman seperjuangan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda ke Bengkulu.
Kemudian pada awal abad ke-18 masjid dipindahkan ke lokasi sekarang. Bangunan
awal berbentuk sangat sederhana, yakni terbuat dari kayu, beratapkan daun
rumbia, dan keadaan lantai yang sederhana.
Pada abad ke-20 masyarakat ingin melakukan perbaikan masjid.
Keinginan tersebut bersamaan dengan dibuangnya Bung Karno beserta keluarganya
ke Bengkulu pada tahun 1930. Pada saat itulah Bung Karno membantu masyarakat
dalam merancang perbaikan masjid. Sebagai arsitek, Bung Karno tetap
mempertahankan semua bangunan lama. Seperti dinding yang hanya meninggikan 2
meter dan lantai yang ditinggikan 30 cm.
Adapun yang dirancang oleh Bung Karno
adalah bagian atap dan tiang-tiang masjid. Atap masjid berbentuk tumpang tiga,
dimana atap tingkat dua dan tiga berbentuk limasan kerucut dengan celah pada
pertengahan atap. Kemudian pada beberapa bangunan ditambahkan tiang-tiang yang
diberi ukiran (pahatan) berbentuk sulur-suluran pada bagian atas.
Halaman Masjid Jamik Bengkulu berbentuk segitiga dan
diberi pagar besi dengan pilar pasangan batu. Pintu pagar berdaun dua terbuat
dari besi. Masjid terdiri atas tiga bangunan yang saling menyatu, yakni
serambi, ruang utama, dan tempat wudhu. Bangunan serambi berdenah persegi
panjang berada di bagian depan. Serambi merupakan bangunan tambahan seiring
bertambahnya jemaah sholat. Lantai serambi terbuat dari ubin teraso putih,
sedangkan dindingnya terbuat dari tembok dan diatasnya diberi teralis besi.
Pintu serambi berjumlah dua terbuat dari teralis besi. Di
setiap sudut serambi terdapat pilar yang berdiri di atas dinding tembok
serambi. Diantara tiga pilar yang ada, hanya ada satu pilar yang diberi hiasan
sulur-suluran warna emas. Bangunan serambi ditopang oleh dua buah tiang yang
berbentuk segi delapan, dimana bagian atasnya terdapat profil dari kayu yang
berbentuk list. Bagian depan serambi berdiri lima buah tiang pilar yang dibuat
dari pasangan batu. Adapun bagian plafon serambi terbuat dari kayu lapis,
sedang atap serambi terbuat dari genteng berbentuk limasan.
Di belakang bangunan serambi terdapat ruangan utama yang
berdenah persegi. Lantainya terbuat dari flour yang ditutupi dengan karpet
hijau. Pintu masuk ruang utama berjumlah tiga dan setiap pintu berdaun dua,
terbuat dari kayu yang dikombinasikan dengan kaca. Di ambang pintu terdapat
hiasan kaligrafi ayat Al-Qur’an. Ruang utama ditopang oleh lima buah tiang yang
terbuat dari pasangan batu, tiga buah diantaranya berada di tengah berhiaskan
sulur-suluran pada bagian atasnya. Di samping kiri dan kanan ruang utama
terdapat selasar yang memiliki tiga buah pintu berdaun dua. Pada bagian atas
pilar pintunya berhiaskan sulur-suluran.
Pada sisi barat dalam ruang utama terdapat mihrab yang
memiliki sebuah pintu ke tempat penyimpanan al-Qur’an dan memiliki jendela
berteralis besi. Sebelah kiri dan kanan mihrab bagian depan berdiri pilar
hiasan yang bagian atasnya berbentuk segitiga dan bertuliskan kaligrafi. Adapun
mimbar masjid berada tepat di sebelah kanan mihrab, terbuat dari pasangan batu
yang diberi dua buah kubah seng alumunium.
Mimbar memiliki empat buah anak tangga, dimana anak tangga
kelima berfungsi sebagai tempat duduk khatib. Sedangkan di bagian belakang
mihrab terdapat ruangan yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan al-Qur’an
dan tempat pengurus masjid. Atap masjid ini berbentuk tumpang tiga, dimana pada
atap pertama dan kedua terdapat celah sirkulasi udara. Atap terbuat dari seng
alumunium dan puncaknya memiliki mustaka yang berbentuk seperti payung yang
menguncup.
Bangunan lain yang berada di kompleks Masjid Jamik Bengkulu
adalah tempat wudhu berdenah persegi panjang dengan fondasi dari batu karang
dan dindingnya dari pasangan batu. Bagian atap tempat wudhu dibuat tidak
terlalu tinggi dan menyatu dengan atap selasar. Penutup atap terbuat dari seng
dengan mustaka di bagian puncaknya. Dinding tempat wudhu tidak menyatu dengan
atap. Diantara keduanya terdapt celah yang berfungsi sebagai ventilasi. Untuk
memasuki tempat wudhu ini dapat melalui enam pintu yang ada di ruangan kecil
tersebut.
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan Pusat.
Foto: Abrar
Khairul Ikhirma (2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar