Waktu untuk bersholat Ashar masih
ada. Mendatangi Masjid Bukit Kayu Hitam, terletak di atas areal kontur tanah
ketinggian. Arsitektur masjid dengan areal yang lapang, terasa simple dan
sederhana tanpa menghilangkan kesan kesakralan.
Pepohonan di sekitar masjid sangat membantu kerindangannya
meredam udara yang panas. Terasa sejuk dan nyaman. Termasuk suasana senyapnya.
Pekarangan masjid terlihat bersih. Areal parkir yang terdapat di bahagian depan
masjid, sangat memadai menampung banyak kendaraan dan cukup luas untuk sarana
ibadah.
Masjid Bukit Kayu Hitam, salah satu masjid di Negeri Kedah,
Malaysia, terletak dekat perbatasan Malaysia dengan Thailand. Lebih kurang 1 km
dari pintu perbatasan antar kedua negeri.
Saat kedatangan ke masjid ini, tak seorang pun terjumpai di
sini. Dari halaman aku memasuki bahagian teras masjid. Lapang dan lantainya
bersih. Aku meneruskan ke bahagian tangga depan pintu masuk masjid. Di bahagian
ujung tangga yang tak beberapa jumlah anak tangganya, tersusun sandal jepit
yang bisa digunakan untuk pergi berwuduk. Lebih dari sepuluh pasang.
Aku sudah membuka sepatu sejak awal, saat akan menjejak
teras masjid. Walau pun dalam keadaan senyap dan tak ada orang, aku sama sekali
tidak merasa sangsi untuk kehilangan akan sepatu, yang aku letakkan di salah
satu bahagian anak tangga masjid.
Setelah memasangkan sepasang sandal yang tersedia, aku
berjalan menuju salah satu sisi masjid, ke tempat toilet. Antara bangunan utama
masjid dengan tempat toilet, bangunannya terpisah dan dihubungkan dengan
koridor, kira-kira 15 meter dari tangga masjid. Ada beberapa kamar atau bilik.
Airnya tidak begitu jernih. Toiletnya bersih.
Sebagaimana pada umumnya masjid-masjid di ranah Minang
(Sumatera Barat-Indonesia), negeri leluhurku, di Masjid Bukit Kayu Hitam ini,
kutemui hampir sama yakni tempat berwuduk berada berdampingan dengan bangunan
utama masjid. Tepatnya bersisian dengan anak tangga di bahagian depan. Tempat
wuduk terbuka untuk kaum lelaki. Beratap dan tak berdinding. Sebuah bak air
dengan sejumlah gayung plastic tersedia.
Semula aku hendak bersholat saja di lantai teras masjid,
karena aku perhatikan lantainya bersih. Pintu masuk ke dalam masjid pun dalam
keadaan tertutup. Saat aku dekati pintu masuk, terbaca di depan pintu, “pabila
masuk dan keluar pintu ditutup,” tersebab dalam masjid berpendingin.
Pintu masuk ke dalam masjid berupa pintu geser. Memang,
pintu tersebut tertutup tapi rupanya tidak dikunci, hanya ditutup karena dalam
ruangan berpendingin untuk kenyamanan yang bersholat. Aku juga tak menemui
orang lain selain diriku dalam masjid. Dalam masjid terasa lapang. Karpet untuk
bersholat terbentang bersih dan lembut.
Suasana senyap setidaknya membuat suasana beribadah terasa khusu’ (*)
abrar khairul ikhirma
Negeri Kedah – Malaysia
09 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar