Rabu, 08 Maret 2017

MASJID BUKIT KAYU HITAM, SENYAP PERBATASAN



Waktu untuk bersholat Ashar masih ada. Mendatangi Masjid Bukit Kayu Hitam, terletak di atas areal kontur tanah ketinggian. Arsitektur masjid dengan areal yang lapang, terasa simple dan sederhana tanpa menghilangkan kesan kesakralan.



Pepohonan di sekitar masjid sangat membantu kerindangannya meredam udara yang panas. Terasa sejuk dan nyaman. Termasuk suasana senyapnya. Pekarangan masjid terlihat bersih. Areal parkir yang terdapat di bahagian depan masjid, sangat memadai menampung banyak kendaraan dan cukup luas untuk sarana ibadah.

Masjid Bukit Kayu Hitam, salah satu masjid di Negeri Kedah, Malaysia, terletak dekat perbatasan Malaysia dengan Thailand. Lebih kurang 1 km dari pintu perbatasan antar kedua negeri. 

Saat kedatangan ke masjid ini, tak seorang pun terjumpai di sini. Dari halaman aku memasuki bahagian teras masjid. Lapang dan lantainya bersih. Aku meneruskan ke bahagian tangga depan pintu masuk masjid. Di bahagian ujung tangga yang tak beberapa jumlah anak tangganya, tersusun sandal jepit yang bisa digunakan untuk pergi berwuduk. Lebih dari sepuluh pasang.

Aku sudah membuka sepatu sejak awal, saat akan menjejak teras masjid. Walau pun dalam keadaan senyap dan tak ada orang, aku sama sekali tidak merasa sangsi untuk kehilangan akan sepatu, yang aku letakkan di salah satu bahagian anak tangga masjid.

Setelah memasangkan sepasang sandal yang tersedia, aku berjalan menuju salah satu sisi masjid, ke tempat toilet. Antara bangunan utama masjid dengan tempat toilet, bangunannya terpisah dan dihubungkan dengan koridor, kira-kira 15 meter dari tangga masjid. Ada beberapa kamar atau bilik. Airnya tidak begitu jernih. Toiletnya bersih.

Sebagaimana pada umumnya masjid-masjid di ranah Minang (Sumatera Barat-Indonesia), negeri leluhurku, di Masjid Bukit Kayu Hitam ini, kutemui hampir sama yakni tempat berwuduk berada berdampingan dengan bangunan utama masjid. Tepatnya bersisian dengan anak tangga di bahagian depan. Tempat wuduk terbuka untuk kaum lelaki. Beratap dan tak berdinding. Sebuah bak air dengan sejumlah gayung plastic tersedia.

Semula aku hendak bersholat saja di lantai teras masjid, karena aku perhatikan lantainya bersih. Pintu masuk ke dalam masjid pun dalam keadaan tertutup. Saat aku dekati pintu masuk, terbaca di depan pintu, “pabila masuk dan keluar pintu ditutup,” tersebab dalam masjid berpendingin.

Pintu masuk ke dalam masjid berupa pintu geser. Memang, pintu tersebut tertutup tapi rupanya tidak dikunci, hanya ditutup karena dalam ruangan berpendingin untuk kenyamanan yang bersholat. Aku juga tak menemui orang lain selain diriku dalam masjid. Dalam masjid terasa lapang. Karpet untuk bersholat terbentang bersih dan lembut.  Suasana senyap setidaknya membuat suasana beribadah terasa khusu’ (*)

abrar khairul ikhirma
Negeri Kedah – Malaysia
09 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar