SEBUAH buku kecil berjudul, "Geo Sastra dan Seni
Minangkabau,” disusun oleh mendiang sastrawan dan budayawan, A. A. Navis,
pengarang cerpen “Robohnya Surau Kami.” Diterbitkan dalam rangka Pertemuan
Sastrawan Nusantara IX – Pertemuan Sastrawan Indonesia, 1997 di Sumatera Barat,
6 – 11 Desember 1997. Kegiatan
dipusatkan di Komplek Ruang Pendidikan INS Kayutanam. Pada bagian cover
belakang buku, dicantumkan logo INS-1926, Gramedia dan Gebu Minang.
Selain diundang sebagai salah seorang peserta, namaku juga
terdapat dalam buku kecil ini, diantara banyak nama-nama lainnya.
Ini kutipannya dalam sejumlah halaman di bagian awal buku
tersebut;
“PARIAMAN, Salah satu pelabuhan dagang di masa lalu.
Memiliki sejarahnya yg panjang…., dst.” (halaman 6).
“Seorang santri yg berguru kepada ulama Aceh, Hamzah Fansuri,
mendarat di negeri ini, lalu menetap di desa Ulakan….., Syekh Burhanuddin
namanya, Tuanku Ulakan panggilannya. Dia mengembangkan tharekat Sataryyah dan
kesenian Islam seperti indang mirip dgn tarian Saman….., dst.” (halaman 7).
“Sebelum menguasai Singapura, Sir Thomas Stanford Raffles,
lebih dahulu menguasai Bengkulu. Seterusnya juga menguasai pelabuhan pelabuhan
penting Minangkabau, seperti Padang dan Pariaman. Jejaknya masih dpt
ditelusuri…., dst.” (halaman 7 – 8).
“Di negeri ini dan sekitarnya merupakan negeri asal atau
kelahiran banyak cendikiawan dan seniman. Seperti ahli bahasa dan penulis Kamus
Modern Bahasa Indonesia, Soetan Moehammad Zein, penulis kebudayaan Islam, Sidi
Gazalba. Sastrawan semasa sebelum Perang Dunia II, Bagindo Saleh. Sastrawan
generasi baru, Zatako, Lazuardi Anwar, Jose Rizal Manua….., dst…..,” (halaman
8)
“….., Pelukis Zaini, Nashar, Lian Sahar dan Anwarsyam, …..,
dan pelukis muda Abrar Khairul Ikhirma, dramawan A. Alin De, programmer TV, Ani
Sumadi dan politisi Singapura, dokter Gaus Mahyudin. “ (halaman 9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar