PAMERAN lukisan pertamaku di awal tahun 1991. Pameran
tunggal. Sebuah upaya ujung pemberontakanku dalam mensiasati, bagaimana bisa
mengadakan kegiatan berkesenian tanpa menggunakan fasilitas program instansi
terkait. Karena banyak para seniman, baru akan berkesenian, kalau mendapat “jatah”
dimasukkan ke dalam program yang akan dilaksanakan instansi tersebut.
Biasanya yang bisa menikmati jatah program itu, senimannya
hanya itu ke itu saja. Seniman yang menurutku, mereka baru akan berkarya kalau ada
namanya masuk sebagai pengisi kegiatan, yang menjadi agenda kegiatan paket
tahunan di instansi kesenian dan kebudayaan.
Bahkan aku anggap ada malah diselewengkan memunculkan “seniman”
yang tercatat sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Menampilkan karya-karya
hasil tugas mereka sebagai mahasiswa. Padahal mereka itu selayaknya,
memanfaatkan lembaga pendidikannya, karena kedudukan mereka sebagai mahasiswa
di perguruannya. Sehingga akan memperbanyak jumlah event kesenian
diselenggarakan, bukannya malah memperkecil. Bahkan semakin banyak pula seniman
dan karya yang akan tampil diapresiasi masyarakat.
Bidang, Titik dan Garis, adalah pameran tunggal keduaku,
yang diselenggarakan secara nekad. Sama dengan pameran pertamaku. Pameran yang
menampilkan 234 buah sketsa itu, aku biayai sendiri dengan modal peminjaman
gedung pameran Taman Budaya Sumatera Barat, dengan membayar uang kebersihan.
Sama sekali proposal yang aku sebarkan kepada sejumlah instansi ditolak dan
telah menyita waktu persiapan acaraku ini.
Mulai menyiapkan sketsa untuk dipigura, menyiapkan undangan,
bolak balik ke percetakan mencetak catalog, menyebarkan poster dan segala
publikasi, membuat spanduk, kemudian mendisplay sampai menyiapkan acara
pembukaannya yang sederhana. Semuanya kutangani sendiri. Ada satu dua yang
membantu secara tenaga. Itu pun tentu aku harus menyediakan konsumsi walau
hanya segelas teh manis dan beberapa batang rokok untuk mereka.
Pameran diselenggarakan 6 – 17 Desember 1991. Mendapat
kunjungan apresiasi, terutama kalangan pelajar dan mahasiswa, tanpa ada
pengerahan pengunjung sebagaimana kerap terjadi pada event kesenian resmi. Rata-rata ruang pameran tidak pernah sepi.
Satu dua atau berombongan selama pameran dibuka mereka berdatangan.
Pameran dibuka resmi atas permintaanku secara spontan pada
sastrawan nasional Darman Moenir , yang hadir saat itu. Di tiga media cetak terbitan Padang; Haluan,
Singgalang dan Semangat, selain mendapat pemberitaan, juga hadir sejumlah
tulisan dari pengamat kesenian, yang berkait dengan perjalanan kesenilukisanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar