Perayaan Pesta Tabuik Pariaman yang dimulai pada tanggal 1 Muharram kini sudah mempertimbangkan faktor pariwisata.
Pesta Budaya Tabuik telah menjadi kalender wisata nasional.
Karena itu, kini yang ditampilkan anak nagari Pariaman bukan lagi Tabuik budaya, tetapi Tabuik Pariwisata.
Tabuik Budaya hanya digelar dari tanggal 1 hingga tanggal 10 Muharram. Sedangkan beberapa tahun belakangan, Tabuik digelar hingga melewati tanggal 10 Muharram.
Tabuik tahun ini puncaknya digelar pada 13 Muharram atau bertepatan dengan hari Minggu, sehingga pengunjung dapat memanfaatkan hari libur dengan melihat Tabuik dilarung ke laut.
Dirjen Destinasi Wisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Firmansyah Rahim mengaku Tabuik sangat berpengaruh besar pada sektor pariwisata.
Ia melihat Pesta Budaya Tabuik sebagai potensi yang besar.
Potensi tersebut, menurut dia, tidak hanya untuk Pariaman, tetapi juga untuk Sumatra Barat, bila dapat dikemas dengan baik.
Informasi yang dihimpun, Pesta Budaya Tabuik antara tahun 1950-an hingga tahun 1965, perayaan "hoyak hosen" itu mengalami degradasi nilai dan kesakralan.
Sama halnya seperti dikatakan Wali Kota, Drs Mukhlis Rahman, perayaan Tabuik tidak lagi mengikuti tradisi yang berlaku, yakni diadakan setiap tanggal 1-10 Muharram.
Bahkan, karena dapat menarik perhatian massa dalam jumlah besar, Pesta Tabuik Pariaman banyak dilaksanakan sebagai bagian dari propaganda partai politik pada zaman itu.
Perayaan hoyak hosen baru diizinkan kembali oleh Orde Baru di tahun 1980. Pada Muharram tahun 1972, perayaan hoyak hosen sebenarnya dihidupkan kembali, namun pemerintah Orde Baru kemudian melarangnya sampai tahun 1980.
Pelarangan tersebut akibat adanya tragedi di tahun 1965, namun masyarakat Pariaman pada tahun 1967 kembali mengadakan perayaan hoyak hosen.
Campur tangan pemerintah dalam Pesta Tabuik dimulai pada tahun 1980 ketika Bupati Anas Malik kembali mengadakannya.
Ia menekan dan mengeliminir perkelahian yang mendatangkan kerusuhan dan ketidakstabilan Pariaman dalam perayaan.
Anas Malik kemudian mereduksi perayaan tabuik sebagai bagian dari komoditi ekonomi. Pada saat itu Anas Malik menyatakan, bahwa Tabuik adalah Tabuik adat, pariwisata, dan pembangunan.
Semenjak tahun 1991 perayaan hoyak hosen ini kemudian diarahkan sebagai penarik wisatawan ke Pariaman dan pembawa pesan pembangunan pemerintah Orde Baru.
Pengamat Kebudayaan Pariaman, Abrar Khairul Ikhirma menilai, perayaan Pesta Tabuik Pariaman tahun ini tidak lebih meriah dibandingkan dua tahun lalu.
Menurut dia, setelah era Bupati Anas Malik, perayaan Tabuik dari sisi antusias pengunjung, mencapai puncaknya pada tahun 2008.
Hal itu dibuktikan dengan antusias pengunjung, yakni masih bertahannya pengunjung di Pariaman hingga dini hari pada puncak pesta Tabuik.
"Saat Tabuik ini digelar, biasanya pengunjung belum bisa cepat pulang. Tapi Tabuik hari ini, belum sampai pukul 20.00 WIB pengunjung sudah menghilang dari Pariaman," katanya.
Tahun ini, seperti disampaikan Wali Kota Mukhlis R, pengunjung yang hadir sebanyak 90 ribu orang.
Abrar Khairul Ikhirma menegaskan, pada tahun 2008, pengunjung yang hadir lebih dari jumlah tersebut, mencapai ratusan ribu pengunjung pada hari puncak.
Ia menilai, Tabuik tahun ini terasa sangat ramai karena ruang-ruang yang kosong di wilayah pantai telah menjadi sempit karena diisi sejumlah pedagang dan kendaraan yang parkir sembarangan.
Tetua Tabuik Nagari Subarang, Syafrudin mengakui Tabuik tahun ini tidak bisa melebihi keramaian pengunjung pada Tabuik tahun 2008.
Dikatakannya, tahun ini warga baik di Pariaman maupun di Kabupaten Padangpariaman banyak merasakan trauma pasca gempa 30 September.
Mereka, katanya, lebih memikirkan bagaimana nasib mereka dibandingkan harus menyaksikan Tabuik.
Selain kondisi pascagempa, isu-isu mengenai akan terjadinya bencana yang tersebar belakangan ini juga menjadi faktor takutnya pengunjung datang ke Pariaman.
* Dikutip dari situs BERITA DAERAH.COM /a regional news from wibizportal.com /selasa 21 desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar