TUGU ini terletak di persimpangan jalan kecil, simpang tiga, di depan Pasar Muaro Jernih, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Jambi. Bentuk tugu sebagaimana lazimnya, sederhana dan seadanya. Nyaris sebuah pemandangan biasa, bahkan terkesan seperti kesepian.
Ketika berada di lokasi, saat didekati ternyata merupakan
tugu salah satu catatan kecil perjalanan sejarah di masa perjuangan dalam
menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Meskipun tugu ini mestinya perlu
pembenahan, sesuai dengan perkembangan pembangunan di sekitarnya, setidaknya menjadi catatan,
agar tak hilang lenyap saja, sebagai penanda bahwa daerah ini adalah salah satu
yang menjadi daerah garis perjuangan di tanah Jambi.
Di tugu di atas marmer tertulis penanggalan “15 September
1945, Pertempoeran di Bukit Palomon.” Menerangkan bahwa, “Rombongan Sersan Mayor
Cadet R. Soehoer beserta Yahya Bay
Kopral CPM, Ismail Doekoen, H. Madjid Seling, Yahya Prajoerit, Sari
Pemoeda.” Nama tiga terakhir ditandai gugur dalam pertempuran tersebut.
Kemudian di tugu yang sama, juga terdapat satu marmer yang
bertuliskan berupa pantun yang ditulis oleh H. Madjid menjelang pulang untuk
beristirahat ke pondoknya. Sayang tulisannya sudah ada yang terkelupas catnya.
Lokasi yang disebutkan sebagai pasar ini, sebenarnya aktifitasnya hanya sekali sepekan. Hari pekan
di Muaro Jernih, demikian orang sebutkan, adalah pada hari Jum’at. Para
pedagang dari luar berdatangan memasok kebutuhan masyarakat setempat dan
sekitarnya. Demikian juga masyarakat sekitar, akan turun ke pekan untuk
menjualkan hasil kebun mereka, terutama getah karet dan buah sawit.
Yang amat disayangkan, pada saat hari pekan, keberadaan tugu
pejuang Bukit Palomon ini seakan tenggelam oleh tenda-tenda pedagang dan
dikepung parkir kendaraan. Karena memang keramaian dapat luarbiasa bila musim
panen getah dan sawit, struktur tugu ini pun sendiri mudah “tenggelam” dari
pandangan. Semoga di masa yang akan datang pemerintah dan masyarakat mempertimbangkan
tugu yang lebih baik, dalam menghargai nilai-nilai sejarah di daerah mereka.
[abrar khairul ikhirma, 10/01/14]