AWALNYA sengaja ke Ujuang Muaro Piaman hanya untuk memotret view pagi hari yang cerah. Samar-samar nun di arah utara, arah daratannya, Gunuang Pasaman yang juga dikenal sebagai Gunuang Ophir, terlihat amat menawan hati. Begitu pula jajaran pegunungan Bukik Barisan membiru dari utara ke selatan, termasuk tinggi menjulang Gunuang Letter W menyatu sepenglihatan mata dengan Gunuang Tandikek.
Ternyata di Ujuang Muaro sekitar pkl 8.20 wib itu sedang ada kesibukan keberangkatan. Sebahagian besar mereka yang tengah bersiap-siap berangkat ke laut itu mengenalku. Mereka adalah tim yang akan memasang rumah-ikan dan rumpon. Beberapa hari yang lalu aku sudah diajak tapi aku merasa tak begitu tertarik. Sama sekali aku tidak tahu bahwa di pagi hari ini, mereka akan meneruskan pekerjaannya dan akan berangkat dari Muaro Piaman.
Karena aku sudah tahu kegiatan seperti ini tak meluangkan waktu untuk “nyantai.” Semuanya ingin cepat selesai dan cepat kembali. Dan pekerjaan semacam ini tak menarik bagiku sebagai “tontonan” dalam pengerjaannya. Karena seringkali “terkesan main-main.” Namun Madi sebagai temanku yang menjadi “ketuanya” lagi-lagi mengajakku, akhirnya aku mengalah juga. Hitung-hitung “memenuhi” ajakannya saja.
Rombongan berangkat dengan memakai speed-boat bermesin 40 pk. Bagian lantai sudah terisi penuh rumah-ikan yang dicetak memakai bahan semen-pasir dan besi. Konstruksinya dipisah-pisah. Nantinya petugas penyelaman akan menyusun rangkaian rumah-ikan buatan itu di dasar laut.
Keluar dari mulut pintu Muaro Piaman boat menuju Pulau Anso. Aku lebih memilih untuk memandang ke arah daratan. Cahaya matahari meski sudah mulai berangkat siang, masih terhitung cahaya yang lembut. Jajaran pegunungan membiru, tetumbuhan sepanjang pantai menghijau bagaikan pemagar antara laut dengan daratan. Lalu ombak yang memecah di pantai makin lama-makin seperti membentuk bagaikan garis putih di kaki daratan.
Sementara gelembung-gelembung air laut diputar oleh baling-baling di ekor boat. Memburaikan pikiran yang menumbuhkan banyak fantasi akibat rekaman pandang mata tatkala memandang lama-lama ke bagian itu. Akibat putaran baling-baling mengincah air, yang menjadi tenaga pendorong boat, merubah warna laut yang biru menjadi keputih-putihan. Semakin jauh ditinggalkan kembali menyatu warnanya pada biru semula, biru dan biru. Biru yang berkemilau tertimpa cahaya matahari.
Di Pulau Anso sudah ada kapal lagi jangkar. Kapal kayu sedang ukuran 20 ton. Di atasnya ada sejumlah orang yang masih bagian dari Tim.
Saat speed-boat merapat, dua orang tenaga penyelam langsung melompat ke speed dari kapal. Mereka bergabung dimana speed yang kunaiki. Hanya sebentar merapat di kapal itu, speed-boat langsung memutar arah menuju Pulau Kasiak, salah satu pulau-pulau kecil yang terdapat di depan pantai Pariaman.
Pulau Kasiak terletak arah utara pusat kota. Jika ditarik garis lurus arah daratan, dia setentang dengan Nareh. Nareh adalah daerah Pariaman Utara Kota Pariaman. Jika bicara Nareh dalam konteks perikanan, pastilah akan muncul segera Pasia Baru. Daerah tepi pantai itu adalah kawasan urang-kalawuik. Merupakan salah satu pangkalan nelayan dan pendaratan ikan sejak lama.
Di semasa Bupati Kabupaten Padangpariaman (alm) Anas Malik kawasan Pasia Baru termasuk pilot-projectnya dalam mengembangkan potensi perikanan dan memperbaiki taraf hidup nelayan.
Bahkan ia memandang jauh ke masa depan, dengan menggagas dan mempersiapkan generasi nelayan yang lebih memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi perikanan laut. Sampai kini masih berdiri di Pasia Baru Sekolah Perikanan Maritim (SPM).
Saya mengira semula titik penempatan agak berjarak jauh dari pulau tapi saat Tim berhenti di halaman pulau, saya hanya terkekeh dalam hati. Tujuan pembuatan rumah-ikan dan rumpon adalah upaya untuk menombok kerusakan terumbu karang di lepas pantai, yang dirusak oleh nelayan-pengebom karang.
Kegiatan pengebom sampai kini masih saja tidak teratasi oleh pemerintah. Bahkan sampai-sampai pemerintah daerah Kota Pariaman, sudah berapa lama (meminta) menempatkan anggota marinir dari Lantamal Teluk Bayur di Pariaman? belum ada “terdengar” mereka berhasil menangkap “kapal liar” dan “pengebom karang” sampai sekarang.
Hari Sabtu 19 November 2011 sangat bersahabat. Dalam beberapa hari ini cuaca siang sangat baik. Laut pun sangat tenang luarbiasa.
Laut membiru bersih hanya berupa riak dan alun-alun kecil. Ombak di pantai sendiri pun tak besar bahkan seperti dalam keletihan setelah dilanda angin selatan.
Laut bak sebuah danau yang maha luas. Bayangkan laut dapat juga berperilaku seperti danau di daratan. Langit bersih dan awan putih menghiasi sedikit saja. Memandang ke sekeliling membuat perasaan menjadi damai. Pemandangan alam yang amat lapang dan menentramkan hati.
Kegiatan Tim dapat berjalan lancar tanpa gangguan cuaca di titik penempatan di halaman Pulau Kasiak.
Jarum jam belum menunjukkan pkl 12.00 wib siang. Matahari sudah menerik. Tadinya saya kira Tim akan merapat dulu ke Pulau Kasiak sesuai ucapan Madi. Eh, ternyata tidak sebagaimana saya harapkan.
Sesuai dengan apa yang sudah saya perkirakan, memang ternyata perjalanan ini bukan perjalanan yang menarik bagiku. Sebab selesai pemasangan Tim kembali mampir ke Pulau Anso sebentar tanpa mendarat, untuk seterusnya kembali lagi ke Muaro Piaman. Dan aku tidak berminat lagi untuk turut dalam pemasangan tahap duanya, yang akan berlangsung sampai sore hari. [abrar khairul ikhirma – 19-11-2011]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar