KALAU sudah masuk “bulan tarang” ikan akan sulit ditemukan di pasar local. Otomatis ikan laut mengalami pelonjakan harga, selain saat-saat cuaca tidak baik, akibatnya nelayan enggan untuk melaut. Ikan kering (ikan asin) dan ikan darat harga jualnya menjadi tinggi.
Para nelayan mengenal dua musim yakni “bulan tarang” dan “hari kalam.” Pada hari kalam adalah saat-saat kapal jenis “bagan” melakukan penangkapan. Karena di hari kalam, ikan-ikan akan mudah keluar ke permukaan, jika melihat cahaya lampu yang terang benderang dari bagan. Tidak mengherankan dari satu bagan penangkap ikan saja, bisa menghasilkan berkeranjang-keranjang ikan setiap malamnya. Apalagi kalau lagi musim ikan “melimpah-ruah” sampai-sampai pasaran ikan jatuh di harga “sangat” murah bahkan sampai membusuk karena ketiadaan es.
Lain dengan saat bulan tarang. Dimana bulan muncul di langit malam sampai memuncak ke saat “bulan purnama,” yang disebut juga dengan “bulan empatbelas.” Kapal-kapal penangkap ikan jenis bagan mayoritas “meliburkan diri” pergi melaut. Karena pada saat bulan tarang, ikan enggan untuk muncul ke permukaan meski diundang dengan menyalakan lelampuan bagan yang terang benderang. Jika melaut pun juga hanya akan merugi. Bisa tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dan waktu yang dihabiskan.
Saat bulan tarang, kapal-kapal bagan akan buang jangkar tidak jauh dari pulau. Ditunggui oleh satu dua orang yang tidur di bagan untuk berjaga-jaga, kalau-kalau datang perubahan cuaca yang dapat merusak kapal mereka. Sementara anak-anak bagan turun ke darat. Biasanya mereka akan pulang ke rumah mereka masing-masing. Itulah saat untuk mereka untuk berlibur dari kegiatan bekerja berangkat siang-pulang pagi setiap hari.
Waktu bagan tidak melaut di bulan tarang tidak selalu kapal bagan akan buang jangkar di dekat pulau. Banyak waktu bulan tarang inilah kesempatan untuk memperbaiki dan merawat bagan. Biasanya bagi bagan Pariaman memilih untuk berangkat ke kawasan pelabuhan Bungus atau teluk-teluk sekitarnya. Selain menghindarkan resiko terkena badai, mereka juga akan melakukan perbaikan kapal bagan.
Di kawasan sekitar pelabuhan Bungus kapal-kapal bagan akanmudah melakukan perbaikan. Selain dapat berlindung dari serangan badai, juga lokasi pantainya memadai. Saat terjadinya pasang gadang, bagan dapat untuk mencapai bagian tertinggi dari pantai. Setelah berada di pantai, saat pasang susut, kapal bagan akan terparkir di atas pasir di daratan. Itulah cara kapal bagan naik dok.
Saat bulan tarang juga digunakan untuk melakukan perbaikan alat tangkap mereka. Yang memperbaiki adalah anak-anak bagan sendiri semisal memperbaiki wariang. Wariang adalah berupa tangguak besar, terbuat dari nylon seperti kawat nyamuk atau ayakan pasir. Biasanya mereka akan mengerjakan di lokasi pantai, dimana biasanya bagan mereka berlabuh dan menurunkan hasil tangkap setiap hari.
Menyaksikan anak-anak bagan memperbaiki wariang di pantai, adalah suatu pemandangan yang menarik. Saling bekerjasama meski di bawah terik matahari. Karena itu juga saya selalu berusaha mendapatkan momen-momen bagus untuk membuat foto-foto yang tidak sekadar dokumentasi tapi juga mengandung informasi.
Karenanya, saya tidak akan segan mendekat ke tempat kesibukan para anak bagan yang mengerjakan wariang, dan ah langsung saja camera saya mengabadikannya. Kadangkala juga bercakap-cakap selain bertegur sapa. Padahal panas terik matahari benar-benar akan menambah hitam kulit tubuh saya. Namun saya tidak peduli. Soalnya karena sesuatu kegiatan menarik bagi saya. Kali ini saya berkesempatan di bulan tarang ini mendapatkan momen yang sangat saya senangi. Dua hari ini (13-14/10) memang di Pantai Gandoriah anak bagan itu menghabiskan waktu tidak melaut mereka untuk berbenah sambil menunggu masuk hari kalam, atau waktu mereka untuk kembali berangkat, bekerja sebagai penangkap ikan. Dari siang ke malam dan pulang di pagi hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar