Tiada kehadirannya di SISMI17,
mungkinkah aku dapat mengenal nama Ilya
Kablam? Sebuah pertanyaan “nakal” terhadir saat menatap compactdisk “Perada Cinta,” himpunan lagu-lagu group
music GLP-Malaysia.
Sepulang dari acara penobatanku sebagai Tokoh Patria Numera
2017, sesampai di bilik hotel tempatku menginap, menjenguk isi tas pemberian
panitia, saat malam melarut di sudut kota Kuala Lumpur. Isinya tidak banyak. Diantara
beberapa buku, plakat, terselip sebuah compactdisk, dengan covernya
bersimbolkan hati dengan warna kuning.
Tentu semua peserta Seminar
Internasional Sastera Melayu Islam (SISMI) 28-30 September 2017, yang hadir
malam penobatan tokoh, di Dewan Al Ghazali, juga mendapatkan compactdisk,
seperti juga aku memperolehnya. Peserta seminar berasal dari Malaysia,
Indonesia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam dan Bangladesh. Peristiwa
Sastra yang diselenggarakan Persatuan Sasterawan Numera Malaysia dengan Masjid
Abdul Rahman bin Auf Kuala Lumpur.
Ilya Kablam ialah
vokalis Grup Lagu Puisi (GLP) dengan
album Perada Cinta. Ia menjadi salah seorang “motor” di balik kesuksesan
penyelenggaraan seminar sastra bertaraf internasional, yang dirancang oleh
Sasterawan Negara Dato’ Dr. Ahmad Khamal
Abdullah, yang telah malang melintang nama penanya “Kemala” tertera pada
perjalanan sastera Melayu selama ini.
Sebagai Koordinator Acara, ia memiliki kepribadian yang
mudah berkomunikasi kepada semua yang berkait dengan SISMI. Ilya bekerja
sebagai Assistant General Manager di Bioapps Sdn Bhd. Pusat Perubatan
Universiti Malaya (PPUM) Kuala Lumpur. Merupakan Ahli Jawatankuasa Numera
selain sebagai Setiausaha Eksekutif Persatuan Aktis e-Sastera Malaysia.
Di bawah label Esastera Records, Ilya Kablam, graduan dari
Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) dan mempunyai Ijazah Sarjana Muda
dalam bidang Bahasa & Kesusasteraan Inggeris, bersama GLP, telah menerbitkan
dua buah album berjudul, “Perada Cinta” (2014) dan “Dot Dot Dot,” (2016).
Setelah akan berakhir bulan November 2017, barulah aku mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan isi rekaman suara Ilya Kablam dan kawan-kawannya. Mula pertama yang aku perhatikan ialah penampilan dari cover dan penyertaan daripada desain compactdisk Perada Cinta.
Aku mengalami kesulitan, entah bagi orang lain yang “bermata
terang.” Sukar untuk membaca teks yang terlampir bersama dengan cover.
Pemilihan letter, font teramat kecil. Termasuk memberikan backround atas teks
yang keduanya saling “berbunuhan.” Sehingga sulit untuk dibaca, apakah
tulisan-tulisan itu isi yang disampaikannya. Termasuk untuk mengetahui
nama-nama personil yang terlibat dalam proyek album music Perada Cinta.
Aku tidak tahu, apakah kesukaran itu salah satu sebab yang
dapat mempengaruhi “seseorang” untuk mengetahui dan mendengarkan isi rekaman.
Mempengaruhi untuk tidak melanjutkan mendengarkannya sebelum untuk menikmati
sajian yang dikehendaki sebagai suatu karya music dan lagu, seterusnya puisi.
Bagiku, perihal itu jelas telah mengurangi “minat.” Dimana
cover telah “memulakan” untuk tidak membuat “ketertarikan.” Aku tidak tahu,
apakah produksi ini merupakan produksi comersial dengan pasar luas. Dan
sejauhmana ia dapat diterima pasar industry music rekaman dan meraih kedudukan
di pelataran lagu-lagu pop Malaysia?
Untung sekali PC burukku yang sudah ketinggalan generasi
memiliki media player. Sehingga aku luangkan waktuku untuk sejenak mendengarkan
lagu-lagu dalam album Perada Cinta. Musiknya bagus dan beragam alternative.
Karena aku bukanlah “orang music” aku tidak mengetahui ragam music yang
disajikan. Bagiku mungkin sebagai pendengar hanyalah berpihak kepada adakah
harmonisasi, enak didengar dan menarik.
Vokal Ilya kudengar sangat merdu melantunkan lirik-lirik.
Lagu-lagu ini lebih tepat didengar dalam suasana hening malam. Warna vokalnya
bening dan lincah. Vocal itu sudah terasah dengan baik, seperti kudengar
sepanjang acara SISMI, Ilya menjadi pembawa acara (MC).
Dalam kesasteraan di Malaysia sepanjang kuamati dalam
beberapa tahun terakhir ini, ternyata antara karya puisi dan dunia music seringkali
“berkahwin” membentuk “kehidupan rumahtangga.” Ada ramai kini mempertunjukkan
pada berbagai media ekspresi seni, bagaimana hasil karya tulis didendangkan
beriring music.
Di Indonesia pada masa perjalanan industry music rekaman,
dikenal nama penyanyi Leo Kristi, Group Bimbo dan Ebiet G. Ade, yang
melantunkan nyanyiannya berupa puisi. Nama mereka popular. Memiliki suara khas,
music khas dan produk cassetnya “digemari.”
Di pentas-pentas sastra Indonesia diakui ada yang “tampil”
dinamakan “musikalisasi.” Tetapi rasanya tetap saja ia merupakan terkesan “tidak
dianggap” sastra, lebih kepada “music.” Puisi dianggap lebih “bertuah” pabila
dibacakan.
Disaat mendengarkan Perada Cinta, aku teringat, mendengar
suara Ilya Kablam sewaktu menjadi pembawa acara di SISMI. Kemudian aku
bertanya-tanya sendiri, apakah suara itu suara yang sama pernah kudengar dulu
di tahun 2014 di Auditorium DBP ketika menerima Anugerah Puisi Dunia Numera
2014. Suara MC yang “kupuji” karena terasa sejuk “Melayu”nya (*) copyright: abrar khairul ikhirma
Saya suka baca catatan blog anda
BalasHapus