Asmira Suhadis, penulis script film
wanita yang dimiliki Malaysia. Pernah menjadi wartawan. Kini mencampungi dunia
kepenyairan.
ASMIRA SUHADIS - ABRAR KHAIRUL IKHIRMA SEPTEMBER 2017 |
Aku lebih mengenal aktifitasnya, setelah kembali dari acara
Anugerah Puisi Dunia Numera 2014 yang diadakan di DBP Kuala Lumpur. Semenjak ia
bergabung dalam list-pertemanan media social fesbookku. Beliau terlihat rajin
menulis status dan memposting foto sampai hari ini.
“Pengenalan” terhadap Asmira selama ini hanya sebatas “mengenal”
lewat menyimak dan melihat status dan postingannya yang hadir di beranda fbku. Belum
pernah berkomunikasi dan berdiskusi, perihal persekitaran dunia kreatif
kepenulisan dan lain hal.
Mungkin aku orang yang tidak biasa memanggil seseorang perempuan
dengan “Mama,” sehingga ada hal bagiku “penghambat” untuk dapat berkomunikasi
dengan baik dengannya. Asmira Suhadis di kalangan yang mengenalnya, memiliki
panggilan akrab “Mama Asmira.”
Asmira Suhadis dilahirkan di Sijangkang, Selangor, Malaysia,
pada 18 Mei 1961. Ia menjalani kegiatan sebagai penulis bebas dalam berbagai
genre kepenulisan. Puisi, syair, script, lirik lagu. Beliau pernah bertugas
menjadi tenaga jurnalis, menjadi wartawan untuk majalah dan media tabloid.
ASMIRA SUHADIS KLCC SURIA - 2014 |
Asmira memulai masa kepenulisannya menulis cerita pendek
untuk “Utusan Pelajar,” dan cerpen-cerpen remaja di tahun 1980-an. Ia memiliki
pergaulan berbagai kalangan, salah satunya ia merasa senang mengenal “kaum
peribumi.” Kaum dari masyarakat asli.
Beliau memenangi penulisan script TV, Misi di FINAS pada
tahun 2003. Kemudian script yang ditulisnya itu diangkat menjadi drama seri di
RTM (Radio Tv Malaysia). Menulis tentang perjuangan kaum Samai, untuk drama
khas kemerdekaan RTM, Bah Tilot. Kemudian digarap menjadi drama musical.
Kesuksesan kepenulisannya di penulisan script, Asmira pernah
memenangkan di beberapa pertandingan menulis script drama, documenter terbitan
FINAS, semenjak tahun 2003-2008.
Menulis script documenter kaum Kadazandusun dalam: Agup Batu
Tuluq, masyarakat Iban dalam Sureng Head Hunter dan Wetan untuk masyarakat
Jawa. Aku Budak Bateq adalah waktu pertamakali usahanya mendekati kaum ini.
ABRAR KHAIRUL IKHIRMA ASMIRA SUHADIS AHMAD TAUFIQ SISMI KUALA LUMPUR 2017 |
Selepas tahun 2014, saat menghadiri Malam Akrab Puisi Asean 2016
di Rumah Pena Kuala Lumpur, aku sempat berpapasan dengan Asmira Suhadis yang
hendak pulang lebih awal. Aku menyapa dan menyalaminya. Tidak ada percakapan
lain. Aku kira dia tidak ingat denganku, karena pertemuan yang mendadak itu.
Disela-sela acara Seminar Internasional Sastera Melayu Islam
2017, di Dewan Al Ghazali Masjid Abdul Rahman bin Auf, Puchong, Kuala Lumpur,
kami bertemu untuk ketiga kalinya. Kami
hanya saling menyapa dan sejenak meluangkan waktu untuk berfoto. Tidak ada
percakapan banyak.
Terlihat kondisi kesehatan beliau menurun dibandingkan
dengan tahun 2014 silam. Tetapi semangatnya masih terlihat bercahaya untuk
dapat berbaur dengan masyarakat kesenian. Termasuk “kesetiaannya” untuk
menuliskan tentang apa saja yang ditemui dan dirasakannya dengan “keterlatihannya”
dalam hal menulis. Didukung dengan adanya kemudahan mempublikasikan tulisan di
media social.
SANTAI NUMERA 2014 KENANGAN DI KLCC SURIA 2014 KUALA LUMPUR TERSEREMPAK DALAM SATU FRAME |
Akupun dapat merekam Asmira Suhadis tampil membacakan puisi
yang ditulisnya dalam rangkaian acara seminar yang kami ikuti. Hasil rekaman video
itu pun telah aku posting di youtube,
sebagai documenter agar setiap orang dapat menyaksikannya.
Sampai saat ini Asmira Suhadis tanpa henti terus berkarya.
Dia rajin hadir di pelbagai peristiwa sastra dan membacakan puisi-puisinya.
Termasuk mempublikasikan karya puisinya di media social. Dimana dunia puisi ini
kian diakrabinya sebagai media berekspresi suara jiwanya (*) copyright: abrar khairul ikhirma
Tahniah Mama.Asmira dan Pak Putu
BalasHapus