Aku dan Zalee Redang (Foto: Amelia Hashim) |
Aku datang Kuala Lumpur !!!
Di salah satu persimpangan blok pertokoan di Kuala Lumpur International Airport (KLiA2), yang maha luas, gerbang kedatangan dan keberangkatan berkonsep mall, seorang lelaki separo baya, berkostum Melayu, memainkan irama lagu Melayu demikian intensnya. Sangat menikmati. Berhanyut diri perasaan music instrumentalia.
Sang violis itu memanfaatkan lokasi terbatas yang nyaman, di depan toko-toko yang menjual pelbagai trend dan café-café santai. Menggunakan alat pengeras suara sederhana, tidak berisik, terbilang dapat dinikmati oleh semua orang untuk beberapa meter di empat sisi lorong blok. Tidak jauh dari pintu ketibaan B, dimana aku keluar dari kawasan imigrasi.
Pemandangan
serupa, suatu hal yang lazim ditemui dewasa ini di berbagai kawasan ramai
dengan konsep modern. Di pusat-pusat perbelanjaan atau pun di ruang-ruang
public. Tak terkecuali bagi Kuala
Lumpur, yang menjadi pusat Negara Malaysia. Ada saja perorangan atau
kelompok-kelompok music mengadakan pertunjukan pada public. Memanfaatkan lokasi
orang-orang melintas silih berganti.
Tampaknya
mereka tidak sekadar hanya ingin mengumpulkan uang receh dari sesiapa yang tersuka
pada pertunjukan mereka. Namun lebih memperkenalkan diri pada kemampuan
memberikan hiburan untuk masyarakat dari berbagai latarbelakang, selera dan
tujuan, sekaligus dapat menjualkan karya rekaman musik dalam bentuk compacdisk
(CD).
Zalee Redang, namanya aku ketahui
kemudian dari CD pemberian sang isteri setianya, perempuan yang selalu menemani
suaminya bermain music. CD volume 2 (Maret, 2016). Berisikan 10 nomor music
instrumentalia biola; “Zapin Ya Salam,
Kau Laksana Bulan, Beban Asmara, Pelayaran Senja, Dendang Berzaman, Di Pintu
Mahligai, Falsafah Laksmana, Fatwa Pujangga, Salam Sayang dan Suci Dalam Debu.”
Ketika aku
tertegun menikmati permainan violis itu, sang isteri menyambutku dengan akrab.
Kami bercakap-cakap singkat. Sungguh amat menyenangkan. Ia senang, aku menyukai
pertunjukan Zalee dan memberikan sekilas apresiasi terhadap permainannya yang
kusaksikan.
Aku berikan
satu eks buku kumpulan puisiku “Hang Tikam Tuah Kenang,” sebagai
cenderahati. Tanda persahabatan. Isteri Zalee memberikan sebuah CD rekaman
music Zalee Redang, suaminya. Kusampaikan, aku berjanji akan mendengarkannya
bila sudah kembali ke tanah air. Isteri Zalee, menyampaikan pula terimakasih.
Penuh kegembiraan dia akan membaca karya-karya puisiku dalam buku tersebut
dengan baik.
Kukatakan
aku datang dari Indonesia. Isteri Zalee tidak merasa aneh dan terkejut.
Barangkali beliau sudah faham bahwa Malaysia sudah terbiasa dengan para
pendatang dari berbagai Negara, hampir setiap hari silih berganti. “Zalee, juga
orang Indonesia,” katanya. Zalee, Orang
Melayu berasal dari Pulau Tanjung
Balai Karimun, Riau Kepulauan, Indonesia. Sudah menjadi warganegara
setempat.
Aku datang
Kuala Lumpur !!!
Setelah
berpisah, meninggalkan kawasan airport KLiA2, dalam bus menuju jantung Kota
Kuala Lumpur, bus berlari pada kecepatan yang nyaman, termenung dalam diam, aku
merasa ada yang kurang dengan pertemuan yang teramat berkesan itu. Kenapa, aku
tadi tak terpikirkan seperti biasa kebiasaanku untuk merekam foto kami bersama.
Aku lerai
saja dengan rasa maklum.
Aku ingat
gaya suara perempuan itu, penuh kegembiraan yang sejuk, wajahnya berkharisma,
memancarkan persaudaraan, gesturenya memikat hati, sulit untuk dikatakan tidak
berkenan bagiku. Sukar untuk dilupakan. Diantara terngiang samar-samar gesekan
biola. Luarbiasa. Berbahagialah keduanya. Suami isteri yang hidup dalam
musikalitas irama dan dendang. Pun beruntunglah orang-orang yang pernah mengenal
seorang Zalee, satu dari seniman music di belantara Kuala Lumpur.
(Foto: Amelia Hashim) |
Aku datang
Kuala Lumpur !!!
Zalee Redang
yang aku temui di kawasan pusat perbelanjaan airport itu, adalah bentuk lain
dari pernak-pernik ekspresi manusia cosmopolitan. Manusia yang terkadang
luput menjadi perhatian kita. Hilang oleh kebergegasan, kesibukan dan
persoalan-persoalan yang menjadi rutinitas kota.
Padahal kehadiran Zalee dan
yang lainnya, kerap hadir membuat pertunjukan bebas. Memanfaatkan lokasi, ruang
dan waktu terbatas, di sudut-sudut ruang public, di depan toko-toko, kawasan
keramaian, adalah penting. Memberi warna dan identitas pusat-pusat
kesibukan-kehidupan modern.
Jangan lupa.
Mereka memiliki public tersendiri. Mereka-mereka yang melintas, sebergegas
apapun, akan terhenti sejenak. Jika tersuka, berelahati untuk berbagi sedikit wang, semacam honor atas pencapaian yang telah dilakukan. Syukur-syukur berminat
untuk membeli CD yang mereka pajang di hadapannya. Kalau tidak terhenti,
setidaknya pendengaran yang lalu-lalang di lokasi permainan musiknya, sudah
disentuh oleh kepiawaian permainan musiknya. Sudut mata setiap yang lewat, akan
tertuju sekilas kepadanya, meskipun langkahnya tetap bergerak melintas menjauh.
Aku datang
Kuala Lumpur !!!
Datang
dengan keterbatasan seorang kampung yang tak paham gunakan teknologi. Tak tahu
bagaimana perangkat tablet dan ponsel yang dimiliki, dapat berfungsi
ketika sedang berada diluar negeri. Aku sedikit sukar untuk menghubungi sahabat
yang akan membantu perjalananku. Tak sedikit pun merasa malu dikatakan seorang
bodoh. Memang aku bodoh pada teknologi yang sudah maha maju dan berkembang.
Selama ini aku hanya menggunakannya sebatas yang terbatas tingkat dasar saja.
Tidak tahu aplikasi, kegunaan dan cara
mengoperasikannya.
Aku harus
bertemu seseorang berbaik hati, berelahati menuntunku dari KLia2 ke Temu Penyair Asean 2016, diselenggarakan
ITBM-PENA-DBP Malaysia, yang hendak kuhadiri. Atas bantuan seorang perempuan perantau
Minang, asal Payakumbuah, sedang menunggu kedatangan keluarganya dari Jakarta
di pintu ketibaan B, KLiA2, dengan ponselnya mengontak sang relahati itu.
Terimakasih. Mengingatkan ucapan ibuku ketika minta izin untuk berangkat, “Jika engkau pergi dengan niat yang baik,
insyaallah Allah juga akan memudahkanmu dengan kebaikan.”
CD VOLUME 2 ZALEE REDANG |
Alhamdulillah…,
Kami akhirnya bertemu di dalam KLia2 pada salahsatu lorong, dari pintu ketibaan
B, tak jauh dimana seorang lelaki berkostum Melayu asyik memainkan alat musik
biola, diantara lalulalang manusia-manusia. Antara yang datang dan yang akan
berangkat. Beliau sang violis itu Zalee Redang.
Rupanya si
Relahati yang menjemputku di KLiA2 sudah terlebih dahulu mengenal sang violis.
Zalee biasanya senantiasa ditemuinya bermain music di KL Central, sebuah
kawasan stesen terpadu utama di jantung Kota Kuala Lumpur. Zalee selain bermain
music juga seorang pelakon (pemain drama). Isterinya selintas mengaku adalah
seorang penulis skrip drama. Pasangan suami isteri dalam balutan rasa seni.
Si Relahati
pun tak sangka, Zalee hari ini ada di KLiA2. Dia pun turut terpesona pada
alunan gesekan dawai-dawai biola, dalam menunggu kedatanganku dari Bandara
International Minangkabau, Indonesia. Insyaallah suatuhari kelak, dapatlah
hendaknya kutulis sebuah cerita pendek, terinspirasi pertemuanku ini. Pertemuan
yang membahagiakan. Di tarikh Jum’at 02 September 2016, kala petang hari.
Aku datang
Kuala Lumpur !!!
Abrar Khairul Ikhirma
Melaka, 16/09/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar