Muhammad Ibrahim
Ilyas, lahir di Padang, 28 Januari 1963, dan pendidikan akhirnya di
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Fakultas Seni Pertunjukan, Jurusan
Teater.
Pernah bekerja menjadi redaktur di beberapa penerbitan di
Padang, Yogyakarta dan Jakarta, antara tahun 1985-2012.
Pernah mengikuti pertukaran seniman muda Asia ke Saitama Arts Theatre, Jepang, disponsori
The Japan Foundations, mengikuti Temu Teater Indonesia (1982, 1986, 1996).
Bergabung dengan Bumi
Teater pimpinan Wisran Hadi, sejak 1977, dengan Sanggar Dayung-dayung pimpinan A Alin De, sejak 1979. Salah seorang
pendiri Sanggar Semut (1981) dan Sanggar Pasamaian (1981). Kemudian 1993
mendirikan , Teater Imaji.
Memenangi beberapa sayembara penulisan naskah drama dan
puisi di Padang, Yogyakarta dan Bandung, antara tahun 1986-1996.
Naskah drama karyanya antara lain: Menggantung di Angin, Cabik, Pekik Sunyi, Dalam Karung, Titik Nol,
Dendang Waktu dan Dendang Lain Waktu.
Naskah drama dan puisi karyanya dimuat di dalam sejumlah
antologi.
Puisinya dimuat dalam antologi, Lirik Kemenangan (Taman Budaya Yogyakarta, 1994), Amsal Sebuah Patung (Borobudur Award,
1995), Dampak 70 Kemala (2011), Tuah Tara No Ate (Temu Sastrawan
Indonesia, 2011), Ibu Nusantara Ayah
Semesta (Gramedia, 2012), Menyirat
Cinta Hakiki (Numera, 2012).
Kumpulan puisi tunggalnya, Ziarah Kemerdekaan (2015) dan Syair
dalam Sekam (Arifha, 2016).
Dramanya Cabik dimuat dalam Antologi Napi (Taman Budaya Yogyakarta,1994),Dalam Tubuh Waktu, Tiga Lakon Muhammad Ibrahim Ilyas (Teater Imaji,
2013).
Buku karyanya Hoerijah
Adam; Barabah yang Terbang tak Kembali, diterbitkan 1991 dan Poetical Form of Syahrizal (ed)
Yogyakarta, 1995.
Tahun 2016, Bram kembali ke Padang setelah 14 tahun di
Yogyakarta. Menjabat Sekretariat Dewan Kesenian Sumatera Barat (2007-2010) dan
mendirikan Komunitas Pucuk Rebung dan Padang Institut. Teater Imaji tetap
berproses sampai sekarang, kegiatannya berkembang dan berubah nama IMAJI, Rumah
Drama dan Penulisan Kreatif (2014).