TERATAI ABADI. Aku ingin bertemu dengannya. Jadilah ia salah seorang yang ingin kujumpai di Kuala Lumpur, selain Dato SN Ahmad Khamal Abdullah dan Ibu Lily Siti Multatuliana Iskandar. Ketiga-tiganya sama sekali belum pernah berjumpa, kecuali mengenal hanya lewat dunia maya fb. Jujur saja… Hasrat ingin berjumpa dan bercakap-cakap langsung dengan ketiga orang itulah, mendasariku untuk mau berangkat hadir di event Anugerah Puisi Dunia Numera 2014, 21-24 Maret, di Kuala Lumpur, Malaysia. Selain itu aku anggap hal biasa. Suatu kebetulan saja.
Aku menerima pertemanan fb dengan Teratai Abadi, saat-saat
menjelang keberangkatan ke Kuala Lumpur. Artinya aku sangat baru mengenalnya.
Menerimanya di wall ku sebagai teman, semata-mata aku ketahui ia juga memiliki
pertemanan dengan Dato dan ibu Lily, dan tentu ia berkait dengan event Numera.
Kuakui saja, sebelumnya ada memang sesekali nama beliau
pernah terbaca olehku saat ditandai atau memberi comen update terkait Dato dan ibu Lily atau
Numera mampir di beranda fb ku. Diluar itu aku tidak tahu tentang Teratai Abadi.
Dan memang aku tak begitu memiliki kebiasaan memperhatikan hal-hal yang tidak
berkait denganku sendiri.
Setelah wallku dan wall Teratai berteman…., tahulah aku
beliau suka update status berupa puisi. Setiap tiba di berandaku, aku selalu
membacanya dengan baik. Tidak selintas seperti banyak kulakukan pada sejumlah
puisi milik teman-teman. Aku menjadi tertarik menerjemahkan makna di balik
bahasa yang dituliskannya. Sepertinya aku menjadi akrab dengan apa-apa yang
dituliskan di balik deretan kata-kata yang terangkai dari seorang Teratai
Abadi.
Setiap kemunculan updatenya, aku perhatikan begitu ramai
klik suka diberikan. Termasuk coment-coment yang sama sekali aku anggap
tidaklah apresiatif berkait dengan karyanya. Hanya celetukan terkadang sedikit
nakal. Dalam dunia pertemanan fb, aku sudah biasa melihat hal serupa. Terutama
jika si pemilik wall memajang foto berwajah cantik, muda dan segar di foto
profilnya. Sesuatu yang tak jelas saja update statusnya, sepersekian detik
sudah bertubi-tubi berdatangan klik suka atau comen. Tapi aku tak tertarik
seperti itu. Aku di fb bukan kategori begitu. Ya, mungkin bukan duniaku…
sehingga aku seringkali tak hendak ikut dalam keramaian semacam itu.
Bahkan sudah berteman sekalipun, tak hendak aku terkesima
dengan wajah cantik yang menjadi foto profilnya, yang sengaja dibuat tak utuh.
Terkesan menyembunyikan jati dirinya yang asli. Aku beranggapan, sangat kontras
antara foto dan isi puisinya. Aku anggap saja itu bukan foto beliau si Teratai
Abadi. Hal biasa di dunia fb, seseoang memasang foto orang lain. Termasuk tak
hendak aku membalik-balik album fotonya untuk memastikan mana dia sebenarnya dan
tak hendak menduga-duga yang mana Teratai Abadi itu???
Bukan pula tersebab untuk memastikan siapakah dan bagaimanakah Teratai Abadi makanya aku ingin bertemu langsung ke Kuala Lumpur. Aku ingin berjumpa dengannya. Karena aku tertarik dengan puisi yang ditulisnya, cerita kehampaan dan kisah-kisah pedih di kegelapan.Dunia yang hampir tak semua orang dapat membaca dan mengungkapkan dengan baik. Hanya itu saja. Lain dari itu aku tak memiliki niat apa-apa.
Sebelum berangkat ke airport, aku sempat baca dialog penyair
Syarifuddin Arifin dengan Dato bahwa setiba di LCCT Airport Kuala Lumpur,
Teratai Abadi yang menjemput. Keluar di pintu kedatangan kebangsaan LCCT, 21
Maret 2014, menuju salah satu sudut café. Ternyata di sudut itu bertemu Ahmad
Taufiq dari Jember dan A’yat Khalili dari Madura. Mereka lebih dulu sampai.
Juga menunggu jemputan yang sama.
Cukup lama rasanya untuk mendapat kepastian jemputan, sampai
akhirnya namaku dipanggil uda Syarifuddin Arifin, (kami datang dengan satu
pesawat yang sama) yang berdiri beberapa meter dari sudut café. Aku mendekat.
Syarifuddin mengenalkanku pada seorang perempuan. Ternyata perempuan itulah Teratai
Abadi yang sudah dijumpai untuk mengantar kami ke penginapan. Aku bersalaman.
Sebagaimana biasanya bila berhadapan dengan perempuan untuk
pertamakalinya, aku tak pernah memperhatikan wajah, postur secara langsung. Hanya sekilas lintas. Bila
ditanya gambaran perempuan itu beberapa menit saja setelah bertemu, tak pernah
tinggal di otakku. Aku tak bisa menjelaskan secara persis. Seakan aku tak
pernah melihat atau pun bertemu. Begitu juga perjumpaan dengan Teratai. Teratai
orang pertama yang kukenal saat baru datang ke Kuala Lumpur dalam hidupku!
Sampai kembali ke Indonesia, sama sekali apa yang kuniatkan
untuk bercakap-cakap dengan Teratai sejak semula dari Indonesia, tak pernah
terjadi, tentang bermula puisi dan kisah-kisah lain pada latar penciptaannya.
Sepertinya tak ada ruang yang membuat kami bisa bercakap. Aku tidak tahu,
apakah karena suasana ataukah memang dia sendiri yang menciptakannya.
Aku dapat
pastikan dia bukanlah seorang perempuan yang sombong dan protek untuk itu.
Ada memang, antara aku dan Teratai pernah bercakap disela
berlangsungnya event. Hanya sejumlah perkataan saja. Kuakui semuanya
berlangsung sekejap. Pertama di Jeumpa d Romo dan di atas bus menuju KLCC.
Teramat berkesan. Aku tak tahu… apakah hal sama juga tercatat bagi Teratai
sendiri akan 2 momen itu. Selain dalam sejumlah kesempatan, Teratai tak pernah
menolak berfoto denganku meski selalu
menyembunyikan wajahnya, pandang matanya di balik kacamata hitam dan rambut
tergerai, meski aku bisa membacanya di balik hal yang diciptakannya sebagai
perfomance pada dirinya.
Bila aku boleh merasa bersalah, kesalahan pada diriku, malam
perpisahan seusai event di tepi kolam renang Jeumpa d Romo, aku ingin pamit
kepadanya. Meskipun tak ada cakap banyak terutama tentang seni budaya dan dunia
cipta sastra padanya, aku rasa semuanya mengalir begitu saja. Aku lihat di
tengah kegembiraan bersama itu, ia menjauh duduk berjuntai kaki di pinggir
kolam renang. Aku tak hendak mengganggu kesendiriannya itu. Kesendirian seorang
penyair generasi baru sastra Malaysia, penuh harapan dan karyanya memberi tawaran
pewarnaan kreatifitas pada rasa dan pikir.
Aku pikir besok pagi saja berpamitan dan mengucapkan
terimakasih padanya. Tidak ada salahnya. Ternyata pagi hari Teratai tak
kujumpa. Akhirnya aku tak berpamitan dengannya. Apakah ia juga tak hendak ada
perpisahan ataukah pertanda Allah esok dan esoknya senantiasa memberi jalan
untuk perjumpaan ??? Allahualam bissawab… [abrar khairul ikhirma, 25 maret
2014]